TEMPO.CO, Jakarta - CEO Indonesia Investment Authority (INA) Ridha DM Wirakusumah memperkirakan kebutuhan dana pengembangan infrastruktur di Indonesia dalam jangka panjang bakal mencapai US$ 460 miliar. Angka tersebut setara dengan Rp 6.633 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.421 per dolar AS.
Dari kebutuhan dana jumbo itu, pemerintah hanya dapat menyediakan US$ 215 miliar. Dengan begitu, masih dibutuhkan pendanaan hingga US$ 245 miliar.
Oleh karena itu, Ridha menyebutkan peluang dana masuk ke sektor itu masih besar. Setidaknya saat ini terdapat 34 aset jalan tol, 4 proyek bandara, dan 4 proyek pelabuhan yang akan ditawarkan INA.
Rinciannya adalah proyek jalan tol tersebut terdiri atas 14 proyek tol milik PT Waskita Karya Tbk. (WSKT), 15 tol PT Jasa Marga Tbk. (JSMR), dan 5 tol milik PT Hutama Karya. Selain sektor infrastruktur termasuk infrastruktur digital, fokus utama INA dalam jangka pendek adalah sektor logistik, health care, energi baru terbarukan, waste management, konsumer, teknologi, hingga pariwisata.
Ridha memproyeksikan infrastruktur akan menjadi sektor yang mendapatkan aliran investasi paling besar di tahun pertama INA beroperasi. Hal ini wajar karena sektor infrastruktur membutuhkan modal jumbo dan sektor itu meliputi jalan tol, bandara, pelabuhan, hingga infrastruktur digital yang dinilai harus dikembangkan dengan cepat.